Kamis, 07 Agustus 2014

SELAMANYA



Surprise itu mengejutkan dua bola mata indahmu. Lelaki asal Lampung itu menangis tersenyum. Dia mengambil posisi setengah duduk yang di tumpang dengan bantal. Tak pernah aku seromantis ini di hadapannya. Aku tersipu malu di perlihatkan keluarganya. Seperti yang mereka tahu kalau hubungan kita sudah menginjak jalan serius itu kalimat yang sering ia yakinkan pada orang tuanya, dan orang tuaku. Ya meski kami sendiri masih di umur muda.
Hanya saja memang keegoisan mencoba menguji cinta kami. Aku mencintai kembarannya. Tapi malah kembaran yang satunya yang mencintaiku dengan tulus. Saat aku lihat air mata itu tulus keluar dari matanya aku mengingat bagaimana dulu betapa ia sangatlah menyayangiku. Walau sebenarnya aku tidak mencintainya. Dia banyak mengajariku. Bukan hanya akademis. Dan dia yang mengenaliku dengan aurat. Bahkan dia menganjurkan aku untuk mengenakan jilbab. Sampai pada waktu itu, dia membelikan ku jilbab putih agar ia bisa lihatku di sekolah dengan jilbab yang di belikannya. Perdana ia gunakan, dan senyum pada curi-curi pandang di koridor kelas. Terekam jelas. Senyum yang indah dari wajah yang dulu tak ku suka.
Masih ingat benar, ketika keputusan kita untuk tidak menjalin hubungan lagi. Bukan kita mungkin dia, atau malah aku, dengan caraku agar terlepas darinya. Aku rasa, rasa itu tidak akan pernah kembali. Dan ternyata itu malah menumbuh suburkan perasaan yang sudah ku siram dengan minyak tanah, hingga ia tak tumbuh. Tapi aku salah. Entah bagaimana caranya, rasa itu tumbuh subur di atas penderitaannya, yang sudah memutuskan untuk berakhir dari hubungannya denganku. Dan sekarang aku kembali, ketika tubuhnya mulai tak berdaya.
Kami semua ramai meneriakkan agar ia meniup lilinnya. Dan diiringi doa.
Aku tidak tahu sedikitpun doa apa yang ia panjatkan pada ALLAH SWT. Suasana menjadi riuh dengan wajah gembira. Beberapa keluarganya langsung menyantap makanan yang di sediakan ala kadarnya seperti minuman bersoda dan cake. Ayahnya yang telah lama bercerai dengan ibunya pun datang untuk menyaksikan hari ulang tahunnya. Sedang kembarannya, ia tidak pernah sedikit pun pengertian dengan kembarannya. Lalu mengapa aku lebih mencintai kembarannya yang tidak memiliki hati itu? Sudah ku kubur perasaan itu, dan sudah terganti dengan dia yang ada di hadapanku. Kini tak kan ku lepas lagi untuk ia pergi dari sisi ku.
Dini hari itu ku minta padanya untuk tidak memikirkan kakaknya yang acuh padanya biarkan malam ini milik kita. Aku mencoba duduk di hadapannya dengan nyaman. Dia masih kaku padahal kami sudah berhubungan mencapai 3 tahun. Sedang untuk memegang tangan saja ia harus meminta izin padaku terlebih dahulu apabila tidak ku izinkan dia tidak memaksa, malah dia akan sembunyikan tangannya di kantong saku.
Rupanya hati itu masih canggung, berhadapan denganku. Atau karena tingkahku. Aargh tak penting itu, aku di sini untuknya. Untuk selalu bersamanya. Senyum-senyum genit mulai berdatangan. Dan kalimatnya selalu mengkhawatirkan aku.
“Phe kau gak di cari mamah sama bapak?”
“engga, aku udah bilang aku mau jagain kamu.”
“Phe..”
“Iya a.” Dia memanggilku, karena mataku yang selalu jalan-jalan tidak memerhatikan matanya saat berbicara.
Dia mengambil hp-nya dia perdengarkan sebuah lagu. Aku hafal betul lagu itu. Dengan petikan gitar onci. Kita sama resapi lagu bersamaan. Kini air mataku yang malah jatuh dan tanganku mengambil tangannya. Katanya lagu ini perwakilan kalimat untuk hidupku yang selalu sama kamu.
Lagu tercipta untukku yang kami perdengarkan makin lama makin habis.  Kami larut dan kami sama-sama membahas tentang lagu yang kami perdengarkan bersama. Aku yang masih polos menanyakan. Apakah benar itu salah satu ucapan hatimu.
“iya bener., kamu gak percaya?”
“bukannya gak percaya, Cuma aneh aja sih.”
“Percayalah phe, waktu kita berpisah tidak sebentar, 12 bulan lebih bukan? Itu bukan waktu yang sebentar phe, dan tidak ada yang mampu gantikan kamu di hati aa, meski banyak yang suka, banyak yang mendekat, hati ini menolak, sampai detik ini terlalu manis buat aa melupakan masa-masa bersama. Phe a boleh peluk phe? untuk terakhir kalinya?”
“Maksud a apa ya ga ngerti?”
“a boleh gak pelukan phe?”
“hm....”
“kenapa? Gak boleh ya, ya sudah.”
“hehehe.... engga kok a, aa boleh kok peluk phe. Tapi jangan lama ya, takut di omelin mamah.”
Kami berpelukan tidak meresapi hanya berpelukan karena kasih sayang yang telah ada dan masih ada. Nafas hangatnya terasa dalam pori-pori jilbab yang pernah di belikannya dulu. Dia selipkan pesannya padaku untuk meraih cita-citaku. Untuk menurut pada orang tuaku.
Kalimatnya terbata-bata sulit terucap.
“Adek kalo aa punya salah, maafin aa ya dek. Adek kamu gak boleh ngejawab kalo diomongin orang tua kamu. Itu karena beliau sayang sama kamu. Nanti kamu akan merasakan semuanya sayang.”
“iya aa sayang aku mengecup pundaknya.”
Dia membercandaiku di pelukan yang sangat lama di tengah jam 02.35 pagi.
“Adek badannya empuk kayak kasur, kapan lagi akan aa rasakan kenyamanan ini. Adek jangan lupa ya pesen aa sama adek. Dek titip mamah sama adik-adikku yah.”
“Iya aa.”
“ Aa” aku berbisik lirih
“Phe sayaaaaaaaaaaaaaaaaaaaang banget sama aa.”
Aa terdiam hembus nafasnya masih terasa di kupingku. Anggukkan kecil juga terasa. Aku bercerita dalam pelukan cintanya. Aku bercerita tentang masa yang terlewati. Aku bercerita betapa menyesalnya diri ini terlepas darinya. Aku memeluknya erat aku enggan untuk melepas pelukan itu. Aku tak ingin, sungguh tak ingin melepasnya cepat. Lamat terasa tangan yang memegang tubuh terlepas dan mengapa tubuhnya makin dan makin berat pada sandaran tubuhku. Ku ambil pundaknya dan ku lihat wajah putih itu. Hidung mancung itu tidak hangat lagi dengan hembus nafasnya. Sedang orang sekitar sudah tengah lelap dalam tidur mereka. Seketika kepanikan terjadi, menguasai otak dan hati ini.
Tak peduli akan mengganggu orang-orang yang tengah terlelap di kamar. Ku panggil dokter sekencang aku berteriak, hingga orang yang berada di dalam ruangan sontak terbangun dan mereka menghampiri. Suster yang berjaga menghampiri kamar yang aku gaduhkan. Di periksanya aa yang sudah ku baringkan di tempat tidur. Kali ini pelukan itu, akan terlepas. Pelukan itu, pelukan pertamanya, dan ternyata pelukan itu pun pelukan terakhir darinya. Wajahnya berseri, dia tersenyum manis. Di situ ku temui kalimat suster yang menujam jantungku. Memeras semua air mata dan emosi. FITO MENINGGAL DUNIA.
Dia memang telah pergi tapi dia selalu di hati, dan dia selalu ada untukku. Kapan pun aku mau, karena dia sekarang sudah ada tepat di hatiku. Dan jangan pernah menyia-nyiakan orang yang kamu sayang. J terutama orang tua adik, kaka. Dan tetap menyayangi orang-orang yang menyayangimu, dan membencimu.  

Sabtu, 02 Agustus 2014

testimoni

Assalamualaikum my all friend, aku baru saja kembali pada blog ini. setelah seabad aku tidak muncul. aku kembali untuk menulis. aku kembali untuk berbagi, semoga bermanfaat. dan maaf apabila dalam tulisan ini ada kalimat yang salah. maklum masih perlu koreksi dar sahabat semua. sebelumnya aku mengucapkan Minal Aidzin Wal Fa Idzin Mohon Maaf Lahir dan Batin 1435 H. semoga dosa-dosa sebelum-sebelumnya dapat di ampuni dan di hapuskan oleh Allah SWT. Meski tangan tak sempat berjabat tangan. dan mata tak sempat bertatap. semoga Allah selalu memberikan kita umur yang panjang dan Rizqi yang berlimpah. amiiin


JATUH CINTA YANG SESUNGGUHNYA

JATUH CINTA YANG SESUNGGUHNYA

12 November 2012 pukul 23:33
Bicara soal jatuh cinta, saya belum pernah merasakan rasa yang satu ini. Kalau sekedar suka sih sering. Lihat cowok cakep, suka. Lihat yang pinter, juga suka. Lihat yang tinggi putih bodynya atletis, juga suka. Tapi semua hanya sebatas perasaan suka aja. Ya, hanya suka, boleh kurang tidak boleh lebih.

Kenapa gak boleh lebih? Karena kita belum menikah. Kenapa harus tunggu menikah untuk jatuh cinta? Karena jatuh cinta adalah proses yang suci dan satu-satunya ikatan yang suci antara laki-laki dan perempuan adalah pernikahan. Benar begitu Bang Haji?
:D

Bicara cinta artinya bicara hati.karena cinta itu adanya di hati, bukan di mata apalagi di kaki. Bukan juga di tangan atau di dalam dompet *ini sih matre namanya. Cinta itu tidak buta hanya karena dia bukan di mata. Mata hati itu lebih tajam dari belati, ia bisa merasakan apa yang tidak terungkapkan, bisa membaca sebuah tatapan, bisa menterjemahkan bahasa tubuh seseorang. Jadi, cinta itu bicara soal ketulusan, tanggung jawab, ketegasan, dan kedewasaan seseorang. Bukan bicara tentang wajah dan harta benda.

Cinta itu bisa dilatih agar tidak tumbuh lebih awal dari waktu yang sudah Allah tentukan karena kitalah pemilik hati kita, bukan angan-angan, bukan rayuan, bukan gombalan.

Dan beginilah cinta yang saya tahu. Seperti inilah cinta yang saya yakini ^_^

Singkatnya, menikahlah untuk merasakan jatuh cinta. Karena selain pernikahan, maka itu bukan cinta.

(maaf yah untuk kamu yang memberikan cinta untukku, aku hanya mau menerimamu ketika kamu bawa orang serombongan dan benar-benar memberikan cintamu sepenuhnya. :) )

tahukah kau

Tahukah Kau

Tahukah betapa bahagianya aku saat kau ucap three magic word  itu “I LOVE YOU”?
Tahukah betapa melambungnya aku saat kau katakan hanya ada namaku di hatimu?
Tahukah betapa senangnya aku saat kau bermimpi dan kau katakan hanya ada aku dalam mimpimu?
Tahukah betapa melayangnya perasaanku saat kau beri hadiah dan di situ kau sisipkan kalimat “aku ingin menikah denganmu”?

Tapi tahukah kau bahwa aku hanya manusia biasa?
Aku juga seorang wanita yang diciptakan dengan rasa.
Aku menangis saat kutahu three magic word  itu kau ucapkan juga padanya.
Aku tersiksa saat kutahu namanya telah menyingkirkan namaku dari hatimu selamanya.
Aku terluka saat kutahu dia telah merampas mimpi-mimpimu yang dulu menjadi punyaku.
Aku tercabik saat kutahu dia kau ijinkan menggantikan singgasanaku di istana kita.

Hai kau yang dulu mencuri hatiku tapi kini tanpa ampun menghancurkannya hingga berkeping-keping.
Hai kau yang masih saja mencuri hatiku, tak sadarkah kau? Kau telah melukaiku juga dia. Dia buah hati kita yang kini bersemayam dalam rahimku.
Hai kau yang tega mencampakkanku, wanita yang dulu kau puja-puja, wanita yang kini memberimu calon malaikat penjaga.
Kemana kasihmu, janjimu, sayangmu, dan cintamu yang kau berikan dulu?
Lupakah kau saat berlutut di hadapanku memintaku menjadi permaisurimu?
Lupakah kau saat cincin ini kau pakaikan di jariku dihari bahagia kita?

Hai kau, kau yang tak tahu betapa aku masih mencintaimu meski kau telah menghapus memori indah kita,
Meski kau telah berani membanggakannya di hadapanku,
Meski kau telah berani berkata kasar padaku,
Meski kau telah berniat memukulku.

Tapi tahukah kau, aku masih ingin mempertahankanmu.
Aku mencintaimu seluruh jiwa ragaku, seluruh hidupku.
Aku ingin kita kembali seperti dulu.
Merajut rumahtangga yang kini di ujung perpisahan.
Merajut mimpi-mimpi kita yang dulu ada sebelum dirinya ada.
Aku ingin kau kembali sayang.



Balada Lelaki Tangguh

tak pernah ku lihat
saat malam merengkuh dengan indah
lelaki tangguh itu

tak pernah tak ku lihat
kala malam mendekap
dengan kesunyian
dengan dingin angin

tak pernah tak ku lihat
lelaki tangguh itu
pulang dengan tangan hampa

tak pernah tak kulihat
lelaki tangguh itu
pulang dengan wajah suram
meski kadang alam tak bersahabat dengannya

tak pernah tak ku lihat
menyembunyikan dalam hati
meski kadang emosi terusik
dan keluar tanpa permisi

tak pernah tak ku lihat
lelaki tangguh itu
jalan tergopoh-gopoh
dalam perjalanan mencari Riz-qi

bajunya yag tipis
badannya yang kurus
sandal yang selalu mengajaknya
mencari tiap sisiran jalan yang tiada berujung

lelaki tangguh itu
muncul dalam keadaan genting
lelaki tangguh itu
tak sering duduk di seper setengah malam
barcanda, tertawa dengan keluarga

aku tertunduk, mencari ruang kosong
gelap,
sunyi,
dingin,
berharap kutemui Tuhan
dan ku katakan Padanya

Tuhan
berikan senyuma pada lelaki tangguh itu
angkat derajatnya dan martabatnya di SisiMu
Tuhan
murahkan Riz-qinya
Bahagiakan dia dengan keluarganya

Mengenali


 

B
aterai lopita yang tinggal 10% tetap saja di gunakan tanpa memasangkan daya pada charger. Lemah. Bahkan notification pada lopita makin sering berbunyi. Seperti halnya hatiku. Sedang lemah. Bahkan leleran air mata terus saja membasahi pipi. Entah mengapa perasaan ini timbul lagi. 12 Mei dua tahun yang lalu. Aku sudah sempat menyukai seorang lelaki yang dulu juga teman satu kelasku. Dulu 12 Mei kita berdiskusi tentang acara reuni. Memang dalang dari semua ini kami berdua. Karena kami rasa sudah saatnya kami bertemu lagi. Layaknya di SMP kelas 3. Sedang kala itu kami sudah duduk di bangku kelas 2 SMA. Sudah dua tahun bukan kami berpisah. Bahkan kami dipertemukan karena perhatian yang besar. Sebagai anak perempuan yang beranjak dewasa perasaan cinta mungkin sudah ada. Kami terbiasa bersama dalam melakukan banyak hal. Ayah yang selalu protektif pun dapat di rubah oleh laki-laki itu.
Setiap hari selalu ada bahasan yang selalu kami ceritakan. Kata orang pacar itu bisa dijadikan teman yang sangat perhatiannya. Ketika ada masalah dia membantu menyelesaikannya. Ketika emosi dia mampu meredakannya. Ketika kesedihan datang dia mampu menghapus kesedihan itu. Bagaimana caranya? Sihir? Mantra apa yang digunakan? Semua itu menjadi tanda tanya. Aku tidak menjadikannya teman untuk SMS-an saja. Tapi teman terspesial dihidup ku ini. Meski kala keadaan ini aku dan dia tidak ada kejelasan hubungan pacar atau apalah.
Bahkan orang tuanya pun banyak cerita masa kecil laki-laki itu. Aku hanya tersenyum manis menanggapi hal yang demikian. Hatiku selalu mengatakan, “andaikan saja rasa ini terealisasikan untuk kita menjadi sebuah hubungan yang akan kita banggakan”. Itu hanya illusi. Karena yang aku tahu perasaan itu seharusnya tidak lebih dari teman biasa, dan seharusnya rasa itu pun tidak pernah ada untukku maupun untuknya.
Biarkan waktu bercerita dengan indah kebersamaan itu. Tanpa mengungkapkan kalimat hati. Satu tahun terlewati dengan tegur sapa. Satu tahun dilewati dengan kebersamaan. Satu tahun dilewati dengan suka cita. Satu tahun dilewati dengan perhatian. Dan selama satu tahun hubungan itu hanya sebatas teman. Cerita cinta SMA ku berakhir dihubungan teman. MIRIS.
Meski kami sama-sama saling suka. Saling suka? Dimana aku membacanya saling suka. Bukankah aku saja yang menyukainya. Ya, itu juga mungkin. Coba katakan dengan jelas. Dimana aku membacanya saling suka? Kalau bukan hatimu yang perhatian, dia tidak akan perhatian? Kalau dimenatap matamu penuh dengan cinta dan senyuman indah, bukankah hatimulah yang memulai? Lalu itukah yang kau namakan dia juga mencintaimu, dia menyayangimu, dia menyukaimu?
Kata itu yang menghardikku sekian lama. Selepas kami lulus SMA. Aku tidak hanya berhenti sampai di SMA. Aku bertekad untuk melanjutkan pendidikan. Dengan didorong doa dan usaha orang tua, aku dapat melanjutkan pendidikanku. Meski bukan di PTN (Perguruan Tinggi Negeri) yang aku idam-idamkan. Sedang laki-laki itu lebih memilih pekerjaan tetap lalu melanjutkan pendidikannya. Aku sempat berjuang untuk mendapatkan PTN. Dari mengikuti tes STAN, tes UI, tes ITB. Akhirnya aku mencoba peruntunganku di SMPTN. Aku tidak sendiri, meski dalam ruangan tersebut tidak satupun orang yang ku kenal. Tetapi dibanyak ruangan yang ku ketahui ada wajah-wajah yang ku kenal.
Ketika pagi ujian akan berlangsung. Aku diantar ayah. Sudah dari jam 6 pagi kami bergegas, khawatir akan terjebak pada suasana macet di kota Bekasi. Dengan mengayuh motor keluaran 2000. Dimana kami masih menggunakannya hingga tahun 2011, motor ini masih menemani jejak langkah ayah. Diboncengnya tepat di belakang tubuh ayah yang hangat. Mataku basah. Akankah aku membuatnya kembali repot dengan masalah financial. Ya Allah permudah jalanku untuk membantu cita-cita ayah. Kulitnya yang legam membuktikan bahwa kasih sayangnya terhadapku dan keluarga. Apakah aku akan membuatnya semakin berat beban di pundaknya? Ya Allah berikan jalan terbaik bagi hamba dan keluarga hamba. Berikan syurgaMu kelak pada ayah dan ibu. Dengan semangat, dan iringan doa keluarga. Aku merasa PeDe mengerjakan soal-soal SMPTN. Soal yang tak dapat ku kerjakan ku kosongkan. Karena apabila ku isi dan salah itu dapat mengurangi pointku. Melihat para peserta yang sepertinya sama sepertiku. Diantarkan orangtuanya hingga depan ruang ujian dan ditunggui orang tua. Pernah muncul rasa kecewa. Untuk apa kecewa, aku sudah besar. Aku harus mandiri. Toh ayah pun sudah menjalankan kewajibannya untuk mengantar meski tak sampai di depan ruang ujian. Kalimat itulah yang ku tanam didalam hati ketika pandangan mata ini melihat sosok anak yang dimanja orang tuanya.
Ketika bell di bunyikan kami memasuki ruangan yang telah di sediakan lengkap dengan biodata yang kami kirimkan lewat internet. Aku berada di gedung A fakultas pendidikan agama islam UNISMA. Tempatnya nyaman ditambah lagi para mahasiswa/i-nya sangat kreatif dalam memberikan informasi. Waktu dimulai tepat jam 07:00 dan berakhir tepat pukul 11:00. Para peserta berhamburan. Lalu aku hanya mengikuti langkah kaki menyusuri lorong-lorong koridor kampus. Disapa seorang wanita yang ternyata dia teman SMP ku juga. Berawal kami menceritakan, mencekamnya soal-soal yang baru kami kerjakan. Dengan PeDe aku menjawab ringan hanya dengan sepotong senyuman. Aku tidak ingin banyak komentar kala itu. Lalu ia melanjutkan pertanyaan padaku seputar kampus yang ku tuju, fakultas yang ku ambil, jurusan yang ku dambakan. Aku pun masih sama menjawab dengan ringan. Tujuan kampusku UNY, Jurusan Psikolog. Tanpa ku kembalikan pertanyaan pada teman wanitaku yang satu ini. Aku memang begini. Tidak memilih entah itu dengan lelaki ataupun perempuan yang tidak terlalu akrab mengenalnya. Berbicara seperlunya. Aku hanya bertanya padanya “Langsung pulang atau mau nongkrong dulu?” “mau langsung pulang aja sih” jawabnya lambat mempermainkan gelombang bibirnya.
Entah mengapa dia
Katanya “cinta secara alamiah datang kepadamu karena kepantasanmu untuk mencintai dan dicintai”.  

Ketika hanya langit yang memberi ruang untuk bercerita, nikmati saja. Bukankah dalam keheningan, Dia memberi kita ruang untuk mengenali diri.